Melihat
performa Densus 88 yang sigap dan cekatan di tayangan berita begitu memukau. Sehingga
mampu meyakinkan bahwa mereka adalah polisi pilihan. Seragam hitam yang khas
dengan kacamata khusus di kepala mereka, dan juga senjata yang tentunya ampuh
dan bermutu seakan ingin menunjukkan bahwa mereka benar-benar profesional. Selain
itu gambar burung hantu yang mereka jadikan sebagai lambang kebanggaannya membuat
mereka cukup mudah untuk diingat. Tidak diragukan lagi dengan segala aksinya
kini mereka sudah menjadi kelompok yang berpengaruh di Indonesia. Terlebih
akhir-akhir ini mereka sering “berjasa”
menangkap orang-orang yang telah lama menjadi buronan negara.
Ada
satu pertanyaan yang sebenarnya sederhana namun apakah kita menyadarinya atau
tidak. Mengapa gerangan yang ditangkap oleh serdadu berseragam itu secara
keseluruhan adalah orang-orang yang beragama Islam? Dan tak jarang yang katanya
buronan tadi ditembak mati. Apakah ini hanya sebuah kebetulan saja atau memang
sudah ada skenarionya bahwa yang menjadi target adalah kaum muslimin? Dalam sejarah
penangkapan yang dilakukan, belum pernah terdengar daftar nama-nama buronan
dari kalangan orang-orang kafir. Meskipun jelas sekali menginginkan kemerdekaan
sendiri dan menentang pemerintah. Namun tetap saja tidak pernah digubris.
Karena yang menjadi sasaran adalah kalangan kaum muslimin radikal, fundamental atau militan katanya.
Apakah
benar bahwa Densus 88 adalah pahlawan negara? Jika dilihat dari kepiawaian
mereka dalam meringkus buronan, dari aksi mereka yang sangat seru saat
menembaki rumah persembunyian “teroris”,
mungkin masyarakat akan menyebut mereka sebagai “hero”. Tak heran, karena dukungan dan pengaruh media yang gencarnya
meng-ekspose nama mereka sehingga
dianggap baik oleh masyarakat. Namun seperti itukah wujud aslinya? Lalu
bagaimana dengan kasus penembakan brutal yang mereka lakukan? Sering salah
sasaran dan main seenaknya saja tembak mati. Apakah aparat seperti itu yang
dikatakan sebagai pahlawan? Belum lagi penembakan yang sering terjadi di area
masjid setelah sasaran usai menunaikan ibadah shalat.
Seringkali
polisi militer ini semau mereka sendiri menembak. Padahal dalam aturannya,
menembak mati seseorang hanya boleh dilakukan jika keadaan memang sangat
membahayakan nyawa. Namun dalam kenyataan nampaknya mereka senang dengan
hobinya itu. Tidak ada istilah kompromi dulu dengan sasaran, tidak peduli
kondisi korban yang baru keluar masjid, tidak peduli dengan keadaan korban yang
sedang mengantarkan anaknya sekolah. Orang-orang seperti itu bukanlah pahlawan
seperti yang disangka orang-orang kafir. Justru mereka adalah sekelompok makhluk
yang disebut sebagai mufsidun (orang-orang yang berbuat kerusakan) di muka
bumi.
Sudah
tentu media massa tidak akan memberitakan kebobrokan perilaku brutal Densus 88.
Karena media dan pemerintah akan senantiasa melindungi serdadu-serdadu ini agar
sistem kufur demokrasi tetap tegak. Namun bangkai tetaplah bangkai.
Serapat-rapatnya dibungkus akan tetap tercium juga busuknya. Wallaahi, suatu saat pasti Allaah akan
membuka sosok asli siapa mereka.
Blogger Comment
Facebook Comment